RSS

Selasa, 26 Januari 2010

Sebuah cerita dari Malalak

Tetap Mandiri di Kala Bencana
Sebuah cerita tentang Kemandirian

171009:1837

Maghrib telah menjemput di Jorong Siniair, Nagari Malalak Selatan. Penduduk-penduduk mulai kembali ke kediaman sementara mereka. Kebanyakan dari mereka kembali ke tenda-tenda. Agak berbeda dengan penduduk lain, seorang warga bernama Pak Baruh tidak tidur di tenda. Ia kembali ke bedengnya, sebuah rumah kecil dengan ukuran tiga kali lima meter yang ia buat sendiri secara darurat dengan menggunakan bahan dari rumahnya yang telah hancur menjadi puing.

Ketika Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen Syamsul Maarif beserta rombongan wartawan datang ke lokasi, Pak Baruh baru saja selesai menidurkan anaknya yang tengah sakit. Mendengar serombongan mobil lewat dan berhenti di sekitaran depan rumahnya, Pak Baruh buru-buru masuk kembali kedalam bedeng. “Saya tadinya sempat khawatir suara mobil akan membangunkan anak sulung saya,tapi Alhamdulillah masih pulas tidurnya” katanya.

Sebuah gempa berkekuatan 7.9 skala richter yang memicu tanah longsor telah melanda kecamatan Malalak Kabupaten Agam pada 30 September yang lalu. Di Nagari Malalak Selatan, bencana tersebut telah menewaskan 62 orang tetangga, menjadikan ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal, serta menutup akses ke kampungnya untuk beberapa hari. Kondisi ini menjadikan daerah tempat tinggal Pak Baruh ini menjadi salah satu wilayah dengan kerusakan terparah di Kabupaten Agam.

Tapi agak berbeda dengan tetangga-tetangganya, Pak Baruh tidak tidur di tenda. Kondisi bencana baginya tidak menjadi alasan untuk membiarkan keluarganya, terutama anak sulungnya yang sedang sakit, untuk tidur di dalam tenda. “Esok paginya setelah gempa, saya langsung melihat bahwa bahan-bahan rumah masih bisa dipakai, saya segera kerjakan bedeng ini” ceritanya. “Alhamdulillah anak saya tidur diluar hanya pada malam pertama kejadian. “ lanjutnya dengan wajah yang cerah.

Meskipun bedengnya tak begitu besar, hanya berukuran tiga kali lima meter, dan mungkin tidak cukup menampung seluruh anggota keluarganya yang berjumlah tujuh orang ditambah barang-barang, Pak Baruah merasa cukup puas. “sekurangnya anak saya tidak kena angin banyak” jelasnya. Memang anak laki-laki Sulung Pak Baruh masih berumur 12 tahun mengalami kelainan pada testis kelaminnya dan sempat dirawat di Rumah Sakit Pusat Daerah di Padang. “Badannya demam setiap malam, saya tak sanggup melihat ia tidur di tenda. Kalau tempatnya tak cukup, saya dan mertua masih bisa tidur di luar” jelasnya.

Rumah Pak Baruh merupakan salah satu rumah yang mengalami kerusakan terparah di Jorong Siniair. Di dusun tersebut kebanyakan masalah pengungsian adalah tempat tinggal. dan masalah tersebut bersama tekad kuat untuk tak membiarkan anaknya kedinginan dapat diselesaikan secara mandiri oleh Pak Baruh. “Alhamdulillah masalah tempat tinggal, saya sementara ini tak masalah. Kalau makanan kami telah mendapatkan (bantuan) cukup” jelas Pak Baruh ketika ditanyakan tentang bantuan yang ia dapat.

Kemandirian, Kreativitas, dan kerja keras Pak Baruh menyelematkan dirinya dan keluarga. Tetap Mandiri dan kreatif di kala bencana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar