RSS

Selasa, 26 Januari 2010

Saya Benci Rokok, kenapa anda tidak percaya?

pernah sewaktu kelas 1 SMA kalau tidak salah, saya pulang kampung. bukan ke Padangpanjang. tapi lebih kampung lagi, di suatu daerah yang bernama Lintau, tempat kedua orangtua saya berasal. Hari itu saya lewat di kota Buo, ibu kota kecamatannya (sebelum daerah itu dimekarkan menjadi dua kecamatan), dan melihat suatu peristiwa yang tak pernah saya lupa. Sampai sekarang mengingatnya masih membuat bulu kuduk saya berdiri.

Hari itu seorang pencuri kerbau tertangkap. Laki-laki, berumur sekitar 30-an. Perlu diketahui Lintau adalah suatu daerah yang "sepertinya" bebas dari hukum formal di provinsi Rendang itu. polisi yang hitungannya jari disana ketika itu hanya duduk saja di Pos. mereka tidak akan melakukan apa-apa, selama belum diminta pemuka masyarakat untuk ikut serta. tak heran disitu susah sekali ditemukan motor yang pajaknya masih hidup. tak pernah ada razia, pokoknya kemanapun disana tak perlulah pakai helm. Hukum adat masih sangat kuat. masalah dalam negeri diselesaikan dengan cara musyawarah antar keluarga dan datuk. Unsur kekeluargaan masih sangat terasa kental. Disana, senyumlah kesekitar, dan dunia akan tersenyum bersama anda.

tapi hari itu, senyum tak tampak. muka-muka gusar dan menahan marah bertebaran dimana-mana. tapi rasa kekeluargaan masih terasa. kebersamaan untuk sama-sama menghukum si maling. mencuri kerbau sangat hina di kampung saya itu. lebih parah dari mencuri mobil meski mobil lebih mahal. untuk membesarkan kerbau itu anda setiap pagi anda harus menyabitkan rumput untuknya. butuh kerja keras, dan waktu akan menumbuhkan rasa cinta anda terhadap kerbau itu.

tak berapa lama saya disana, bensin disiramkan. Subhanallah... sepertinya memang benar. budaya hukum massa sudah mendarah daging di Indonesia. Dan dalam hitungan detik, pencuri yang telah diikatkan ke pohon tersebut di unggun. wow.... Barbar sekali. Dan saya membuktikan kebenaran panasnya api neraka. yang konon bahan bakarnya adalah manusia. ternyata, api kalau kena manusia itu lebih keren dari pada ditambah bensin lagi. menggelora kawan....

Saya melihat kebencian yang amat sangat dari masyarakat yang selama ini aman, damai, dan tentram ternyata bisa menjadi begitu ganas ketika bertemu sesuatu yang mereka benci. itulah pesan moral yang saya ambil. dimana letak kemanusiaan? Ah, saya tidak begitu peduli. karena si pencuri juga tidak punya rasa kekerbauan di ranah yang bernama Menangkerbau. Bukan manusia yang menang, tapi kerbau. sekali lagi pesan moralnya adalah: kebencian bisa menyebabkan orang menjadi begitu sadis.

Ketika tulisan ini hampir selesai, saya baru sadar bahwa tulisan ini menyimpang dari judul awal. tergesa kemudian saya bakar sebatang rokok dengan sadis menggunakan api yang besar. rokoknya saya gigit kencang,saya hisap dengan dalam dengan mulut dimiringkan, menggambarkan kebencian saya padanya. Inilah yang ingin saya sampaikan; Saya benci rokok dan dengan konkrit saya bakar! dengan cara yang sadis!!!!

30 November 2008
03.16

Seri Mahasiswa Disersi Skripsi

Seri Mahasiswa Disersi Skripsi

Lima Jurus Jitu Pertahanan Menolak Serangan Boker!

Oleh: Zifah Nazim Piliang

Terinspirasi dengan buku “Duabelas Jurus Pertahanan Menangkis Serangan”-nya Asral Datuk Putih yang setahun lalu saya baca tapi tak kunjung selesai, tulisan ini mulai bergerak. Pak Asral dalam bukunya itu mencoba untuk memberikan perlawanan terhadap buku kontroversial yang lebih dulu terbit karangan Dr. Saafroedin Bahar yang berjudul “Masih Ada Harapan”. Mencoba metodologi yang sama, pendekatan yang sama, saya buat tulisan ini. Walaupun saya tidak tahu, adakah tulisan terdahulu yang berjudul “Masih Ada Harapan Untuk Boker”? Saya tak peduli, karena kalau dicari dulu boker-nya nanti tidak tertahankan lagi. Artikel ini akan mengantarkan anda menjadi orang yang luar biasa!

Pendahuluan (Pengertian, Latar Belakang, Batasan, dan Tujuan)

Ada yang tidak tahu dengan kata “boker”? Baiklah, untuk anda yang berdomisili atau sekurangnya pernah berinteraksi dengan masyarakat yang berada di daerah Jawa (terutama Jabodetabek), mungkin sudah sangat familiar dengan kata ini. Tetapi untuk mengantisipasi seandainya tulisan ini dibaca oleh pembaca yang bukan berasal dari daerah itu, ada baiknya saya jelaskan dulu definisi, prinsip, dan analogi dari boker.

Untuk tidak bermaksud untuk mengurangi makna, apalagi mengurangi nafsu makan anda, saya coba definisikan dengan sedikit bumbu ilmiah. Boker adalah suatu kegiatan dalam rangka menunaikan salah satu proses dalam sistem organ hewani, yaitu sistem eksresi tubuh. Prinsipnya adalah mengeluarkan ampas berupa zat padat hasil pencernaan dari dalam tubuh sehingga tidak mengganggu kestabilan organisme tersebut. Prinsip lain (pastinya adab menghadap kiblat tidak termasuk) menurut sebagian orang seperti harus jongkok atau duduk tidak disertakan dalam batasan tulisan ini. Karena hal ini bisa menimbullkan kontroversi, menganggu idealism masing-masing pembaca, sehingga bisa diciptakan tulisan sendiri daripadanya. Untuk analogi, kata boker memiliki banyak padanan kata. Dalam bahasa Indonesia normatif sering disebut Buang Air Besar (B.A.B). Untuk bahasa yang lebih halus dapat digunakan PUP, e’ek’, atau o’ok’. Kalau anda orang yang lebih lugas bolehlah menggunakan bahasa yang lebih kasar, seperti berak, atau tacirik dalam bahasa kampung saya. Untuk bahasa lain silahkan anda tambahkan di comment tulisan ini.

Proses ini natural dan fardhu ‘ain hukumnya. Kalau tidak dilakukan akan menimbulkan efek samping merusak kestabilan tubuh kita. Telah tersedia banyak sekali produk untuk menjaga anda untuk tetap melakukan kegiatan ini. Lantas, apakah tujuan saya menulis ini? Apa urgensinya? Jawabannya adalah saya menginginkan anda untuk menjadi manusia LUAR BIASA. “Super” kalau kata Mario Teguh. Kok bisa? Ya! Karena hanya manusia luar biasa yang bisa melakukan hal yang luar biasa, menakhlukkan tirani, dan kebiasaan umum. Menakhlukkan rasa ingin boker! Untuk menuntut ilmu seseorang harus bertapa dan bersunyi diri selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Lahirlah sebuah agama di India sana. Cerita luar biasa dari Sumanto atau Dukun A.S juga patut dilihat. Nelson Mandela rela dipenjara dan kehilangan kebebasannya untuk kemerdekaan. Luar biasa bukan?

Dari hukum manusia luar biasa anda melakukan hal yang luar biasa, saya yakin, walau belum dibuktikan, terdapat manfaat yang besar dari kegiatan menahan boker ini. Mungkin anda akan mendapat ilham yang Maha Kuasa berupa ilmu irrasional baru yang unik, sebangsa indra keenam. Atau sesial-sialnya anda pasti bisa terkenal, sekurangnya masuk berita atau acara televisi seperti GongShow. Kalau anda salah satu insan penganut sikap moral masyarakat yang menginginkan popularitas instant, hal ini cukup menjanjikan bukan? Tapi saya ingatkan, karena anda akan melakukan hal yang luar biasa, resikonya juga luar biasa. Bagi anda yang terlalu pintar dan berdedikasi untuk mempraktekkan tips saya, saya berharap Tuhan selalu melindungi anda. Meskipun saya yakin dengan ini, kita harus tetap waspada. Saya bukan praktisi, tapi Tehorist.teori bisa gagal, dan artikel ini tanpa legal hokum sehingga saya menolak untuk bertanggung jawab pada nasib anda. Nasehat saya, jagalah kesehatan anda selama terapi berlangsung. Bila perlu, sediakan tim ahli medis menemani anda.

Pembahasan.

1. Biarkan ketakutan menguasai anda
Setiap orang pernah merasa takut. Contohnya saya, takut sekali dengan binatang yang bernama lipan merah. Tidak ada kejadian traumatis di masa kecil (atau saya tak ingat), tapi sampai sekarang saya tak berani dengan lipan. Semasa SMA ketakutan ini sempat saya taklukkan, saya sudah bisa membuang bisa lipan, memainkan, dan memasukkannya ke kantong baju sekolah saya. Tapi nasib berkata lain, ketika pelajaran sedang berlangsung, si lipan tega-teganya keluar dari saku baju saya. Timbullah kegaduhan akut, teman wanita saya berteriak-teriak seperti bertemu boyband F4 (sangat terkenal waktu itu). Guru saya murka, meski saya murid kesayangan (dia sendiri yang bilang), saya tetap dikartumerahkan dari arena pembelajaran. Semenjak saat itu saya kembali takut dengan Lipan.

Hubungannya dengan boker, biarkan boker menjadi salah satu ketakutan anda. Bentuklah suatu pola pikir yang cerdas dan bermanfaat. Itu saya serahkan kepada anda. Bisa jadi, “Dengan boker, saya kehilangan berat badan, padahal saya-kan sudah kurus?” Atau “Kalau Boker ntar usus saya juga keluar gimana dong?” Hal ini mungkin berhasil selama anda konsisten dengan pola pikir anda tersebut.
Bila tidak, anda harus sertakan ketakutan hidup anda dalam kegiatan pembuangan tersebut.

Konstruksikan sesuatu dalam pikiran anda. Saya takut dengan lipan, maka saya akan bayangkan kalau setiap toilet itu penuh dengan lipan, Atau lipan suka makan PUP, jadi ketika saya Pup, lipan bergerak seperti magnet mendekati saya. Mengerikan bukan? Perlahan trauma anda akan beralih ke Pup-nya tidak lagi ke lipannya. Saya percaya itu, meski tidak saya buktikan sendiri. Ruang saya selalu berantakan, tapi saya menyukai toilet yang bersih, jadi tidak pernah bertemu lipan. Ketika anda sudah merasa trauma dengan boker, anda telah satu langkah didepan. Tinggal satu langkah lagi. Gampang kan?

2. Hati-Hati dengan Air, Pelarut Universal

Konon, tubuh kita 80% air, saya percaya itu karena selalu dituliskan dimana-mana. Yang banyak tak mungkin salah. Beda cerita dengan Golkar pada masa orde baru. Selama diberi kebebasan maka yang banyak tak mungkin salah. Begitulah kira-kira. Nah, air bebas dalam tubuh manusia. Ia adalah bagian inti dari darah anda, termasuk biji mata anda (mohon kata mata jangan sampai dihapus). Jika dalam pencernaan kita banyak terdapat air, maka pencernaan akan lancar.

Dari hasil pengamatan saya terhadap pola makan pelanggan di Rumah Makan langganan saya, dalam rangka kesempurnaan artikel ini, agar ampas minimalis, hindarilah minum terlalu banyak sebelum makan. Cukupkan saja untuk membasahi mulut anda. Hindari juga minum sedang makan. cukup minum setelah makan saja.

Satu hal lagi yang cukup penting, hindari teh sebagai teman makan nasi anda. Berbagai fakta medis menyebutkan bahwa teh dapat menghalangi pencernaan ketika dikonsumsi bersama makanan berat. Menghambat penyerapan karbohidrat, ini nantinya akan menghalangi penyerapan di usus halus dan besar sehingga jumlah ampas akan jadi makin banyak. Teh yang dibolehkan adalah Teh Hijau (Green Tea), diluar itu baiknya dihindari. Termasuk Es Teh Manis, Teh Hangat, Teh Panas, Teh Tawar, Teh Goyang, Teh Telur, Teh Tarik, Teh Susu, maupun Teh bermerek mahal sekalipun jika bukan teh hijau.

3. Bila ia menyerang, kuasai diri anda

Ia pasti menyerang, hasrat yang sangat kuat bagai tak tertahankan. Ini alamiah. Jika hal ini terjadi, anda harus segera berpikir positif. Mimpikanlah kembali cita-cita anda menjadi terkenal dan manusia luar biasa (extraordinary people). Luruskan kembali nawa’itu (niat) anda. Dengan begitu anda akan cepat menguasai diri anda kembali. Mungkin peluh akan membasahi anda, tapi itu merupakan bentuk ekskresi yang diperbolehkan. Itu alamiah dan normal sekali. Setelah itu konstruksikan pikirkan anda kembali, pikirkan ketakutan anda, atau pikirkan hal yang lain yang lebih menarik. Kekasih anda misalnya.

4. Jangan pernah pikirkan T.O.I.L.E.T atau mendekatinya.

Ini langkah penting. Ini wajar, karena ini lebih berat dari pada puasa. Mungkin anda akan merasa seluruh dunia memusuhi anda. Karena hampir disemua tempat peradaban manusia dibuat ruang kecil yang bernama toilet. Jangan berpikir negatif, disitulah letak ujiannya. Wajar, karena bangunan dibentuk berdasarkan berdasarkan basic need manusia. Manusia biasa, tepatnya. Ingat, anda sedang proses menuju manusia luar biasa.
Untuk itu hindarilah tempat-tempat tersebut. Mungkin banyak papan arah toilet dimana saja. Ketika mata anda terbentur, segera berpaling dan berjalan ke kebalikan arah toilet tersebut. Ini penting, terutama jika anda sedang dalam badai tekanan serangan.

5. Jika Gagal, hukum diri anda, dan coba kembali
Selalu ada kata maaf. Anda pun harus memaafkan diri anda. Tidak berarti secara tiba-tiba anda harus berhenti langsung. Kalah perang pertama kali biasa, tapi jika telah terbiasa anda akan bisa bergerilya. Sebagai pelengkap anda mungkin bisa membaca Gerpolek karya Tan Malaka. Mundur selangkah untuk maju. Kalah wajar, asalkan determinasi anda tidak goyah.
Tapi jika anda merasa kalah, selalu pikirkan sebuah strategi untuk kalah terhormat. Lebih konkritnya, ketika rasa itu melanda dan hasrat itu minta dilepaskan. Jangan pernah melepaskannya di toilet. Hal ini bisa membuat anda kalah secara permanen. Lepaskanlah di tempat yang tak wajar dan beresiko. Hal ini bisa sedikitnya memberikan rasa jera pada jiwa anda untuk merasa kalah. Contoh, disemak belukar, tapi pilihlah dekat rumpun bambu dimana resiko ular lebih tinggi. Bisa juga di semak jelatang.
Kalau anda berada dalam gedung, cari tempat-tempat sepi seperti parkiran dimana resiko lebih terasa. Atau bisa juga di mall diantara toko-toko yang tutup. Jika ketahuan satpam atau massa segera lari. Saya ingatkan untuk menjaga kesehatan dan harga diri anda. Dan setelah itu cobalah untuk shaum (menahan) kembali seperti biasa.

Demikian tulisan ini, saya belum dapat menyimpulkan apa-apa karena belum ada feed-back dari anda yang telah mencoba. Saya berharap perbaikan dari anda untuk kesempurnaan tulisan ini, atau jika anda telah mencoba dan berkenan untuk membuat artikel yang lebih praktis dari ini, saya akan sangat berterima kasih. Ilmu bukan untuk dimonopoli. Saya anti hak-cipta, apalagi hak-paten yang memonopoli ilham dan wahyu Tuhan hanya untuk memperkaya diri. Terima Kasih.

1 desember2008
18.00

**Saya menyadari ketiadaan urgensi intelektual untuk membuat tulisan ini, menjadikannya salah satu tulisan ternorak yang pernah saya buat. Tapi harap dipermaklumkan, tulisan ini adalah hasil pikiran mahasiswa yang disersi dari skripsi

Cerpen si Pandir: Kasihan...

“Kasihan”

H.M.P


Wanita itu telah pergi dari kedai. Nurdin merasai kini lutut lenyai dan tiada bertenaga. Meski dipaksakannya juga tegak, kedua tungkainya saat itu tidak bisa menopang badan. Jantungnya masih berdebar keras, belum lagi matanya yang memerah. Diantara hembusan nafas yang kencang, tergesa ia ambil rokok yang tadi dimatikan. Dalam hitungan detik mulutnya dihiasi sebatang rokok yang ia gigit kencang. Tak berapa lama, batangan laknat itu menyala. Asapnya menari bak menghibur. Namun, itu ternyata tak laku oleh si muka suram. Asap itu dianggap sepi, terlihat kegelisahan tak juga lepas dari mukanya. Gas bau itu pun mahfum, sahabatnya itu baru saja mengalami serangan psikologis yang hebat.

Cintanya baru saja ditolak. Ditiupkannya asap rokok keras-keras. Ia kesal. Kesal atas semuanya. Kesal karena ingat bahwa hari ini dia menunggu wanita itu untuk bertemu sampai 3,5 jam. Nurdin tahu menunggu itu membosankan. Tapi sungguh baru tahu ia kalau menunggu itu bisa demikian menyiksa. Dan hasil penungguannya yang menyiksa itu juga tidak menyenangkan hati. Nurdin mengasihani dirinya. Hatinya luka. Patah sudah!

Kencang kemudian Nurdin meminum kopi yang tadi ia pesan. Masuk seperti air kedalam selang, seolah tiada berlidah lagi di rongga itu. Tidak dirasainya cairan itu. Ditelannya seolah menelan semua kekecewaan yang baru saja dialami. Kalaulah diperturutkannya hati mungkin dia mau rasanya berteriak sekuat hati. Atau menumbuk meja ini dengan keras padahal tidak mengobat apapun. Mengejutkan semua orang yang ada di kedai itu. Malu tidak ia hitung lagi, sungguh tindakan yang telah ia lakukan beberapa menit yang lalu lebih memalukan bagi dirinya. Ia mengemis. mengemis tentang apa yang bukan jadi haknya. Minta dikasihani. Tapi mulutnya selama ini selalu berucap “Lelaki, khususnya Aku, paling benci dikasihani!”. Naif. Munafik. Atau adakah kata yang lebih buruk?

“Kenapa kau diam? Tidakkah ada lagi yang disampaikan?’ tanya wanita pujaannya itu.

“ Tidak…. Hanya Aku baru sadar kau baru saja menghancurkan aku”

“Maafkan Di, Sungguh menyesal!” wanita itu langsung merapatkan tangannya memohon maaf.

Seketika Nurdin terenyuh, malu, dan kecewa pada dirinya. Ucapannya benar, lukanya memang teramat dalam sehingga tak mampu lagi diperdalam. Namun kalimat terakhir yang ia ucapkan menurut Nurdin sungguh tak pantas. Ia minta dikasihani. Dengan begitu ia telah menjadi budak. Telah menjadi tak berharga dalam pikirnya. Dalam trackrecord-nya tak pernah begitu. Ia mengatakan yang hitam itu hitam dan putih itu putih. Tak mau dia tunduk didepan orang minta dikasihani. Tidak juga untuk hidupnya. Tidak juga ideologinya, serta tidak juga agamanya. Tapi kini ia menjadi budak. Budak Cinta. Suatu yang sebenarnya wajar. Tapi tidak bagi Nurdin, mukanya kini tercoreng. Tercoreng oleh air keras. Rasanya melepuh kulit mukanya sehingga tak tau kemana mau dia sembunyikan muka itu. Malu; muka itu kemaluannya. Musti ditutupi.

Tangan diatas lebih baik baik dari tangan dibawah. Ungkapan itu terpatri dihatinya sejak kecil. Paling anti keluarganya minta kasihan orang. Daripada minta kasihan orang baik makan ubi yang direbus saja. Atau beras pembagian pegawai negeri yang dijual lebih mural di pasar. “Biar mati dikalang tanah dari pada hidup bersandar ke bahu orang”, kata Ayahnya dulu. Manusia hidup dengan usahanya sendiri. Rezeki itu datang karena dicari sendiri. Itu dipahami betul oleh Nurdin.

Kalaulah ia orang yang meminta, tentu tidak ada bedanya ia dengan masyarakat lain di negeri ini. Juga pemerintah yang selalu ia tulis sebagai “sumber kebodohan” di surat kabar tempat ia bekerja. Mereka membagi-bagikan uang, mengajarkan masyarakat untuk minta dikasihani.

“Hahahah……Subsidi orang katanya” tawa Nurdin keras sendirian. Menarik muka beberapa orang di sekitarnya kearahnya. Tapi sejenak kembali ke kegiatan semula. Nurdin tetap tertawa-tertawa kecil.

Dia rogoh tasnya dan mengeluarkan buku catatan kecil. Terpikir untuk menuliskan sesuatu, mungkin untuk tulisan dia berikutnya. Sebagai penulis dia terbiasa menuliskan apa yang terpikir seketika ia memikirkannya. Namun tak lama ia menulis, ditaroh kembali penanya. Mukanya kembali suram. Hilang tawanya tadi.

“Munafik…” katanya pelan sekali

Tak pantas aku menuliskan ini, sementara aku juga seorang peminta kasihan orang. Begitu kata hatinya. Persis seperti aparat pemerintah yang ketauan korupsi kemarin. Padahal ia berposisi sebagai pemberantas korupsi. Orang yang selama ini dikagumi Nurdin dari tulisan-tulisannya yang penuh kebenaran. Seperti wahyu Tuhan. Tidak bisa dipercaya manusia. Demi uang mereka bermukakan kebaikan dan idealisme tapi di dalam mengharapkan belas kasihan berupa pemberian dan memakan harta yang bukan hak-nya.

“Demi uang, uang, dan uang..” ucap Nurdin berulang kemudian.

Sesaat kemudian Nurdin terbangkit kesadaran dirinya. Dikeluarkannya dompet. Dia sebarkan semua isi termasuk uangnya di meja. Ia berpikir. Dari mana ia mendapatkan uang-uang ini? Honor menulis, gajinya sebagai wartawan, dan beberapa proyek sampingan lain. Semuanya halal. Tapi semuanya upah. Nurdin merasa ia “meminta” uang itu atas kerjanya. Padahal niatnya untuk sumbangsih pada masyarakat. Nurdin semakin muram, ia merasa semakin munafik.

Dilihat juga oleh Nurdin kartu-kartunya. Terselip kartu mahasiswanya dulu. Nurdin tersenyum. Teringat masa yang indah di perkuliahannya dulu. Semasa aktivis pers kampus dulu dia sudah menulis berdasar idealismenya seperti sekarang. Tapi tak pernah mengharapkan uang. Semua dilakukan atas dasar kesenangan tulisannya dibaca orang. Terpikir juga olehnya, dari mana ia mendapatkan uang dulu ketika kuliah? Kiriman orang tua, bekerja proyek, dan juga beasiswa. Sontak Nurdin kaget, sekarang ia merasa dialah peminta sejati seumur-umur. Ia merasa lebih bodoh dari pemerintah,dari aparat anti korupsi itu. Toh mereka kaya dari meminta-minta, sementara ia? Pikirannya kalut.

“Pinjam pisau sebentar, bolehkah?” tanyanya ramah pada pelayan kedai itu.

Sudah biasa bagi pelayan itu orang meminta pisau. Biasanya untuk kue ulang tahun dan sebangsanya yang memang tidak dilarang dibawa pengunjung di kedai itu.

Tak lama kemudian pelayan itu kembali tapi segera kembali. Nurdin meminta pisau yang lebih tajam. Pelayan itu mau saja. Toh tak ada ruginya.

Baru semuanya di kedai terkejut ketika tersembur carian merah menyala-nyala. Nurdin tergelak-gelak. Dinikmatinya setiap tetes darah yang keluar dari pergelangan nadinya.

“Keluarlah kau semua! Hasil meminta-minta” teriaknya keras-keras.

Semua berteriak histeris. Para wanita menutup dan memalingkan muka. Ngeri. Para lelaki tak kalah kejutnya, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Tangan Nurdin yang satunya masih memegang pisau. Mereka juga ngeri.

Tak puas, Nurdin mengibas-ngibaskan tangannya itu hingga terpancarlah darah itu kesemua arah. Ia mengakak makin keras. Ia berlari keluar kedai itu sempoyongan sampai kepinggir jalan. Pucat mukanya terlihat jelas di terang matahari. Disaat itu tenaganya habis. Belum mati dia terjerembab ke jalan. Langsung disambut mobil. Badannya tercerai berai. Tapi kepalanya tertawa. Masih.

Ramai orang membicarakan Nurdin. Banyak yang bersimpati banyak pula yang mengutuk. Bersimpati karena mengasihani; sesuatu entitas rasa yang dibenci oleh Nurdin. Dikasihani. yang mengutuk pun tak kalah banyak. Nurdin namanya di pisah; Naar dan Diin (Dinul). Naar untuk Neraka dan Din untuk Agama. Tindakan Nurdin adalah Umpan Neraka. Kasus Nurdin diajarkan sebagai kesesatan pada anak mereka. Termasuk di Televisi dalam acara criminal sebagai ketidaksanggupan dalam hidup. Nurdin di eksploitasi sebagai kasus politik sebagai ketidaksanggupan mengatasi biaya hidup.

Sementara itu dikubur sana, Nurdin sedang terjaga. Baru sadar ia telah mati.

Ketika malaikat menemuinya, Nurdin mempersiapkan segala jawaban dengan baik. Man rabbuka dan lain-lain telah dia hapalkan jawabnya.Meskipun bukan orang yang berjenggot panjang, Nurdin cukup ahli agama. Ia juara MTQ di kotanya.

Nurdin pede.

Seketika malaikat datang. Tapi tak satu pun pertanyaan keluar dari sang malaikat. Nurdin langsung dipecut, siksa kubur.

Lalu Nurdin yang akhirnya bertanya, “tidakkah aku ditanya dulu?”

Malaikat tidak langsung menjawab melainkan kembali memecut. Ctarr… “Kau membunuh diri! umpan Neraka!”

Nurdin kesakitan dan menangis. “Tidak ada maksudku membunuh diri; kusucikan diriku dari ketololan dunia” jelasnya.

Malaikat menjawab “sudah kuketahui semuanya!”

Ctarr.. malaikat meneruskan siksaannya.

Diantara tangisnya ia meminta: “Kasihanilah saya….”

Malaikat tersenyum “Akhirnya kau minta dikasihani lagi. Kenapa tidak dari dulu kau makan egomu bulat-bulat? Sehingga tidak perlu menemui ajal”

Ctaar..!!! Siksaan itu berlanjut.

Depok, 18 Juni 2008

Sebuah cerita dari Malalak

Tetap Mandiri di Kala Bencana
Sebuah cerita tentang Kemandirian

171009:1837

Maghrib telah menjemput di Jorong Siniair, Nagari Malalak Selatan. Penduduk-penduduk mulai kembali ke kediaman sementara mereka. Kebanyakan dari mereka kembali ke tenda-tenda. Agak berbeda dengan penduduk lain, seorang warga bernama Pak Baruh tidak tidur di tenda. Ia kembali ke bedengnya, sebuah rumah kecil dengan ukuran tiga kali lima meter yang ia buat sendiri secara darurat dengan menggunakan bahan dari rumahnya yang telah hancur menjadi puing.

Ketika Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen Syamsul Maarif beserta rombongan wartawan datang ke lokasi, Pak Baruh baru saja selesai menidurkan anaknya yang tengah sakit. Mendengar serombongan mobil lewat dan berhenti di sekitaran depan rumahnya, Pak Baruh buru-buru masuk kembali kedalam bedeng. “Saya tadinya sempat khawatir suara mobil akan membangunkan anak sulung saya,tapi Alhamdulillah masih pulas tidurnya” katanya.

Sebuah gempa berkekuatan 7.9 skala richter yang memicu tanah longsor telah melanda kecamatan Malalak Kabupaten Agam pada 30 September yang lalu. Di Nagari Malalak Selatan, bencana tersebut telah menewaskan 62 orang tetangga, menjadikan ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal, serta menutup akses ke kampungnya untuk beberapa hari. Kondisi ini menjadikan daerah tempat tinggal Pak Baruh ini menjadi salah satu wilayah dengan kerusakan terparah di Kabupaten Agam.

Tapi agak berbeda dengan tetangga-tetangganya, Pak Baruh tidak tidur di tenda. Kondisi bencana baginya tidak menjadi alasan untuk membiarkan keluarganya, terutama anak sulungnya yang sedang sakit, untuk tidur di dalam tenda. “Esok paginya setelah gempa, saya langsung melihat bahwa bahan-bahan rumah masih bisa dipakai, saya segera kerjakan bedeng ini” ceritanya. “Alhamdulillah anak saya tidur diluar hanya pada malam pertama kejadian. “ lanjutnya dengan wajah yang cerah.

Meskipun bedengnya tak begitu besar, hanya berukuran tiga kali lima meter, dan mungkin tidak cukup menampung seluruh anggota keluarganya yang berjumlah tujuh orang ditambah barang-barang, Pak Baruah merasa cukup puas. “sekurangnya anak saya tidak kena angin banyak” jelasnya. Memang anak laki-laki Sulung Pak Baruh masih berumur 12 tahun mengalami kelainan pada testis kelaminnya dan sempat dirawat di Rumah Sakit Pusat Daerah di Padang. “Badannya demam setiap malam, saya tak sanggup melihat ia tidur di tenda. Kalau tempatnya tak cukup, saya dan mertua masih bisa tidur di luar” jelasnya.

Rumah Pak Baruh merupakan salah satu rumah yang mengalami kerusakan terparah di Jorong Siniair. Di dusun tersebut kebanyakan masalah pengungsian adalah tempat tinggal. dan masalah tersebut bersama tekad kuat untuk tak membiarkan anaknya kedinginan dapat diselesaikan secara mandiri oleh Pak Baruh. “Alhamdulillah masalah tempat tinggal, saya sementara ini tak masalah. Kalau makanan kami telah mendapatkan (bantuan) cukup” jelas Pak Baruh ketika ditanyakan tentang bantuan yang ia dapat.

Kemandirian, Kreativitas, dan kerja keras Pak Baruh menyelematkan dirinya dan keluarga. Tetap Mandiri dan kreatif di kala bencana.

Senin, 25 Januari 2010

Legenda Atuk

Teman, mari kukisahkan satu cerita. Mungkin bisa kau ingat ketika kau akan tertidur besok hari. Atau jika hanya membuatmu ingat untuk beberapa menit setelah kisah ini berakhir pun tak apa. Yang jelas, aku sudah pernah menceritakannya padamu. Kalau pun merasa kisahnya tak bagus, ingatlah aku sebagai teman pernah merasa perlu menceritakan kisah ini padamu.

Kisahnya tentang sebuah legenda di kampung saya. legenda tentang seorang tua, sakti, dan mistis. biasa dipanggil "Atuk". sebuah panggilan untuk orang tua yang dihormati, namun tidak diketahui namanya. diambil dari kata "Datuk".

Orang ini selalu menginspirasi, selalu membuat perubahan dalam hidup seseorang yang bertemu dengannya. Ada yang tiba-tiba saja menjadi kaya, ada juga yang tiba-tiba jatuh miskin. Ada yang tiba-tiba meninggal, ada juga yang setelah itu berumur sangat panjang. Intinya, kehadirannya itu ibarat pertanda, satu yang signifikan dalam hidup anda akan terjadi.

Dari orang yang bertemu dengan dia, tak ada satupun yang bisa menjelaskan spesifik ciri-ciri fisik signifikan. kalau ditanyakan betul, mereka hanya mengidentifikasi sebagai orang tua berbaju panjang, kadang ada yang bilang putih dan hitam, dan selalu tersenyum.

anehnya, dari pertama sekali saya mendengar kisah ini ketika umur 5 tahun, sampai sekarang umur 23 tahun hampir, penampakan Atuk masih serupa-serupa itu juga. dia tidak pernah bertambah tua, dan juga berarti tidak pernah meninggal juga. Dipercayai juga, bahwa tidak usah takut tidak bisa mengenalinya ketika kamu bertemu dengannya. Dari alam bawah sadar, anda akan tahu, bahwa inilah Atuk itu. Darah kita akan berdesir dengan sendirinya. dan berucap "Assalamualaikum Atuk"

Senyum atuk itu aneh, Ada yang ketika melihat senyum Atuk menyambut dengan senyuman juga. adapula yang tiba-tiba terisak. ada yang tertawa, ada pula teriak-teriak seperti orang tak waras.

Banyak orang yang telah bertemu dengannya, tetapi selalu dengan tidak sengaja. Tidak satupun orang yang tahu dimana rumahnya, keluarganya. Dia muncul tiba-tiba, dan menghilang sesuka dia juga. meskipun dia baru bertemu kita, sekejap mata juga bisa langsung menghilang. itulah mungkin kenapa dia tidak bisa dicari-cari, dia bisa muncul kapan saja didepan kamu, di samping, atau dibelakang.

Apakah anda merasa hidup anda biasa saja? dan berusaha mencari pertanda signifikan untuk mencarinya? mencari senyumannya. biasanya sih, tidak bisa diketemukan. tapi ada beberapa orang yang bercerita bahwa Atuk merasa kasihan melihat orang-orang yang mencari dia dan menemui mereka sebagai bentuk penghargaan atas usaha mereka.

Hm.. tapi kalau boleh kusarankan, kalau kamu ingin mencari Atuk juga, cobalah cari dipemakaman. Dari yang saya dengar, Atuk memiliki hobi untuk muncul di pemakaman. tak ada yang tahu motifnya, mungkin karena dia ingin meninggal karena setelah sekian lama masih saja tua dan tak kunjung meninggal. atau ada yang bilang juga, kalau Atuk itu selalu ingin meramaikan pemakaman, sehingga orang yang ditinggalkan tidak merasa ditinggalkan sendirian kesepian. Jadi, ketika dipemakaman, sesekali lihatlah disekitar, mungkin Atuk berada disekitar situ.

Dan jika anda tak ingin hidup anda berubah signifikan, maka tidak perlulah mencari-cari Atuk. Pun begitu, yang berhak memutuskan orang yang ingin ditemui olehnya adalah Atuk sendiri. Dia itu seperti takdir. tidak ada yang dapat mengatur-aturnya. dan bertemu Atuk adalah kesediaan, kesediaan untuk menerima segalanya, kesediaan untuk berjuang.

tapi kisah ini bukan tentang itu saja, kalau hanya tentang Atuk saja tak perlulah rasanya kuceritakan sedemikian. Aku bertemu Atuk hari ini, itu yang ingin kuceritakan padamu.

Sungguh pengalaman yang aneh. Dia tersenyum, aku tak tersenyum, tapi tak juga sedih. Aku pusing.

setelah kuucap salam, kutanyakan sebuah pertanyaan yang selalu ingin kutanya sedari kecil

"Nama asli Atuk siapa?" tanpa basa basi kutanya,

Atuk tersenyum masih, lalu kemudian bibirnya bergerak pelan. suaranya begitu pelan. tapi masih sanggup kudengar.

"Namaku Masa" katanya.

"Datuk Masa?" ulangku

Dia tersenyum dan mengangguk.

Akupun tersenyum. tapi kemudian sekejap saja, dia menghilang. Aku sendirian sekarang. masih merasa pusing.

"Masa?" ulangku lagi untuk diriku sendiri.

Aku kaget, karena merasa sudah kenal lama dengan Atuk itu. Kulafazkan istighfar berulang kali. Tuhan telah memperkenalkanku dengannya. "Wal 'Ashri" kata Tuhan.

Lalu tiba-tiba lagi aku merasa pusing bertambah berat.